KPK Ultimatum Dirut PTPN III 

Hukum | Rabu, 04 September 2019 - 11:20 WIB

KPK Ultimatum Dirut PTPN III 
ILUSTRASI

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK) meminta Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara III (Dirut PTPN III) Dolly Pulungan untuk menyerahkan diri. Dolly resmi dijadikan tersangka setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus dugaan suap distribusi gula.

“KPK mengimbau agar segera menyerahkan diri,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam konferensi pers di Gerung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (3/9).


Selain Dolly, tersangka lain yang diimbau untuk menyerahkan diri yaitu Pieko Nyotosetiadi, pemilik PT Fajar Mulia Transindo. KPK mengultimatum Pieko dan Dolly untuk bersikap kooperatif dengan menyerahkan diri.

Dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) kali ini, KPK hanya berhasil mengamankan Direktur Pemasaran PTPN III I Kadek Kertha Laksana. Ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap distribusi gula.

Awalnya perusahaan milik Pieko yang bergerak di bidang distribusi gula ditunjuk menjadi pihak swasta dalam kontrak dengan PTPN III. Dalam kontrak ini, pihak swasta mendapat kuota untuk mengimpor gula secara rutin setiap bulan selama kontrak.

Dolly dan Kadek diduga menerima hadiah atau janji terkait distribusi Gula di PTPN III tahun 2019 dari Pieko sebesar USD345 ribu. Uang tersebut merupakan fee terkait dengan distribusi gula yang termasuk ruang lingkup pekerjaan PTPN III (Persero).

KPK sendiri baru menahan Direktur Pemasaran PTPN III I Kadek Kertha Laksana. Namun, Dolly dan Pieko hingga kini belum juga menyerahkan diri ke lembaga antirasuah.

Atas perbuatannya, sebagai pihak penerima Dolly dan Kadek disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Pieko sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sumber: Jawapos.com

Editor: Edwir









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook